Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

jauh

jauh...
bagaimana aku harus memulai dengan sesuatu yang jauh
jauh...
bagaimana aku harus mendefinisikan sesuatu yang jauh
jauh...
bagaimana aku bisa merasakan sesuatu yang jauh
persetan dengan logika
demi Tuhan hati merasa
apa yang jauh begitu terasa di dada
dan apa yang ada dimata malah tak kasat mata
jauh...
ada a dan u
ada ja dan uh
seperti seharusnya
cukup ada dan kamu....
kenapa harus ada dia
sebagai definisi jarak diantara kita...
aku benci dia yang terlalu sempurna untuk menjadi jarak antara kita
tapi aku suka kamu
yang terlalu jauh untuk ku miliki

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian