Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

Tiada Nama mu dalam Sajak ku

Kepada Tuan Sungguh hati ini terasa bimbang Badai perasaan tak kunjung padam Harapku tak kesampaian Ingin ku memuja mu bak purnama Menyanjung bagai berlian Menjunjung tinggi derajatmu dalam singgasana hatiku Namun apalah dayaku Tuan Aku boleh tak goyah bagai ombak menerpa karang Tapi atas perasaan ku padamu Tuan Sungguh tiada kuasa aku mampu menghadapinya Saat ku letakkan perasaan ini dalam dalam Ia justru kadang merenggut jantungku Memutar otakku Maafkan aku Tuan Ingin ku mencintai mu bagai malam kepada siang Namun aku tak seindah langit Hanya rasaku padamu yang mengangkasa Tapi kebodohan diriku tak bisa dinyana Harapku dapat menghamba pada cinta tanpa mengharap akan singgasana Namun sekali lagi bodohku tak dapat dinyana Maka aku putuskan Untuk melepasmu pada bait bait doaku Membiarkanmu mengangkasa bersama angin malam Membumi seperti sinar matahari Menyergap pori poriku dengan kehangatan tanpan harapan dapat menggenggam Agar rasaku tak jadi beban untukmu Tua

Travelsize of my lyf

Hari ini, aku berkunjung ke sebuah pameran sketsa. Tangan ku melirik ke pergelangan tangan, tempat sebuah jam berwarna hitam, dengan motif galaxy bertelekkan. Pukul 20:00 WIB, bagi beberapa orang, malam sudah mulai merajai waktu. Namun, aku melihat beberapa anak-anak berlarian di sekitar panggung. Pameran ini baru akan dibuka, para seniman, kurator dan penikmat seni berkumpul disekitar panggung, mendengarkan sambutan yang sarat akan istilah seni. Aku bahkan tidak mengerti apa itu garis grafik, atau bagaimana sketsa teknologi digital dan imaginasi bisa bekerjasama dalam menghasilkan sebuah karya seni. Dua orang anak laki-laki tersebut saling mengejar satu sama lain. Masa bodoh dengan pria paruh baya, dengan rambut penuh uban, gigi ompong dan badan kurus yang tengah memberikan apresiasi pada para seniman di kursi penonton.  Aku lupa bagaimana waktu berputar, hingga akhirnya ruang pameran itu terbuka. Tapi hidup memang selalu punya kejutan, jika kita mau menyadarinya. Bersama dengan