Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

bintang di kolong lorong

       Cuaca hari ini sangat panas, matahari seolah mencoba menelanjangi setiap tubuh, membuatnya basah akan keringat. Semua orang tampak mempercepat langkahnya. Termasuk seorang pemuda yang mengenkan celana jean’s panjang berpada kaos berkerah warna biru yang menyembul dari jaket putihnya. Dia berjalan cepat menuju sebuah lorong bawah tanah disamping toko kue bernuansa tempoe doeloe. Wajahnya tampak santai,ia sibuk dengan langkah panjangnya, atau musik yang berdengung lewat Headphone di kepalanya.           Entah kenapa, langkahnya melambat setiap kali melewati lorong. Tangannya meraba dinding lorong sambil memejamkan mata. Jiwanya larut dalam khidmat kedamaian setiap kali kepalanya memutar kembali kenangan akan lorong itu dan dia . “Apa kabar kamu? Aku rindu...”           Pemuda itu lantas duduk bersandar ke dinding putih yang telah kusam. Sudah hampir satu tahun, sejak ia selalu berjalan di lorong ini, mengais-ngais kenangan yang sedikitpun tak pernah ia miliki. Sesekali

Dimana Surga ku Berada???

“Ustadz... dimana surga ku berada?”             Suasana ruang kelas TPA Al-Muttaqin mendadak lengang. Pertanyaan itu meluncur di tengah penjelasan Ustadz Amin tentang ‘betapa pentingnya menghormati Ibu’. Ustadz berfikir sejenak sambil mengernyitkan dahinya. “Tentu saja di telapak kaki ibu mu.” “Ibu yang mana? Yang melahirkan ku atau yang merawat dan membesarkan ku?.” “Ibu yang berjuang untuk melahirkan mu lalu dengan penuh kasih sayang merawat dan membesarkan mu Amir...” “Ibu tidak pernah menginginkan kelahiran ku, tapi Umi selalu merawat ku dengan penuh kasih sayang.”             Amir mengungkapkan isi hatinya dengan berlinang air mata. Sesekali ia mengusap air matanya dengan lengan baju muslimnya. “Amir.... kenapa kamu menangis? “             Ustadz membelai kepala Amir, mencoba menenangkan anak lelaki terpintar dikelasnya. Amir yang biasanya nampak gagah dan ceria kini menangis sesenggukan di hadapannya. Tangis Amir yang memilukan membuat Ustadz Amin membubark