TULISAN
INI SEMATA-MATA DI TULIS UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENULISAN FEATURE.
ADAPUN SUMBER TULISAN INI BELUM BERDASAR DENGAN DATA YANG VALID. MAKA BISA
DISIMPULKAN BAHWA SEBAGIAN BESAR DATA YANG TERCANTUM ADALAH OPINI DAN KABAR
BURUNG SAJA. UNTUK ITU MOHON KEBIJAKAN PEMBACA UNTUK TIDAK MENJADIKAN TULISAN
INI SEBAGAI SUMBER REFERENSI UTAMA. SILAHKAN MENCAR SUMBER DAN DATA LAINNYA
UNTUK MELENGKAPI OPINI DARI TULISAN INI. TERIMAKASIH
Demokrasi, adalah sebuah janji tentang sistem pemerintahan
yang lebih baik, tentang bagaimana masyarakat dijanjikan menjadi raja dan
pelayan. Seorang raja yang memberikan kehidupan, mendistribusikannya dan
menikmatinya. Rakyat yang kecil di tangan penguasa, sudah sejak kecil di ajarkan
sebuah sistem dimana katanya, rakyat menjadi raja yang mengatur pemerintahan
tanahnya. Lalu bagaimana pendidikan demokrasi itu berlangsung di panggung
sandiwara?.
Indonesia adalah sebuah negara dengan sistem pemerintahan
demokrasi, terhitung sejak tahun 1950, Demokrasi Liberal sudah hadir di tanah
Indonesia. Berubah menjadi Demokrasi Terpimpin di tahun 1959 dan sejak tahun
1966 hingga kini Indonesia dilingkupi sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila. Pendidikan
demokrasi mulai dibangun sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP), Organisasi Siswa
Intra Sekolah (OSIS), babak awal sistem pemerintahan demokrasi dalam ranah
pendidikan putra-putri Indonesia. Berlanjut hingga jenjang Sekolah Menengah
Atas (SMA), OSIS masih bertahan sebagai ‘pion’ demokrasi. Beralih di kelas
universitas, sebuah pendidikan demokrasi yang lebih rumit telah menyambut
putra-putri Indonesia.
Berbicara mengenai Pion Birokrasi di tingkat Universitas,
tentu ada lebih banyak organisasi, lebih banyak pihak yang terlibat dan ada
berbagai macam bentuknya. Sebagai sebuah lembaga resmi yang memiliki Surat
Keputusan (SK) di Universitas. Ada beberapa lembaga birokrasi yang menjadi
wadah dan perwakilan mahasiswa. Di UIN Suka misalnya, terdapat lembaga
birokrasi yang terdiri dari Senat Mahasiswa, Dewan Mahasiswa, dan yang menjadi
pion birokrasi, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS). Sebagai ‘pion’
birokrasi kampus, HMPS sudah selayaknya bersentuhan dan bersinggungan langsung
dengan mahasiswa. Yah, idealnya begitu, tapi tak banyak kenyataan yang ideal. Just
like this....
Apa
itu Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI) ?
“Pengurus KPI dalam bagian Birokrasi, Akademik,
Kemahasiswaan juga sih.”
-Gandul (nama samaran), anggota HMPS KPI Divisi Keilmuan
tahun 2017
“HMPS KPI itu sekumpulan mahasiswa program studi yang
tujuannya itu untuk mewadahi mahasiswa KPI dalam hal apapun itu.”
-Paisal Padang, Ketua HMPS KPI tahun 2018
“Aku gak kenal HMPS KPI.”
-Lalang Buana, Mahasiswa KPI tahun 2015
“Hehehe gak tahu.”
-Idofi dan Gula Aren (nama samaran) Mahasiswa KPI 2015
“Sebelum masuk HMPS aku gak tahu. Setelah masuk HMPS oya
ternyata HMPS ni kaya gini, wadah anak KPI.”
-Nurhidayati, Anggota HMPS KPI Divisi Networking 2018
Pagi hari, Gandul duduk di bangku putih menghadap ke
lorong bangunan bercat putih, bercerita pada kotak kecil yang merekam suaranya.
Sesekali mendengar pertanyaan kemudian menjawab secara panjang lebar kembali
pada kotak kecil yang teronggok di atas kursi, diantara dua orang yang duduk
bertatapan. Sambil meletakkan tangannya di pangkuan, Gandul mulai melanjutkan
cerita. HMPS KPI sempat vakum selama dua tahun, bahkan di masa vakumnya, ia
masih menyandang gelar Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Tahun 2015, merupakan
awal dimana akhirnya HMJ bangkit dengan nama baru HMPS, bagaimana dan apa
alasan perubahan namanya, Gandul tidak tahu. Bahkan, kapan, bagaimana, dan
dimana lembaga pendidikan demokrasi tingkat universitas ini didirikan Gandul
juga tidak tahu. Tidak ada hari jadi yang bisa diperingati setiap tahun.
“Aku gak tahu, serius. Kurang tahu aku, gak ada
sosialisasi. Pas aku interview buat pendaftaran kemarin juga kan aku tanya
mereka rata-rata gak tahu tentang HMPS tahun kemarin.”
Jawab Paisal mengenai sejarah dan latar belakang HMPS KPI
di tahun-tahun sebelumnya. Paisal kemudian justru bercerita mengenai kisah
bagaimana ia terpilih menjadi calon ketua HMPS KPI di pemilwa. Sebagai anggota
salah satu organisasi extra (X) , Paisal dikumpulkan bersama dengan anggota
organisasi lain angkatan 2015. Kemudian mereka ditawarkan jabatan sebagai ketua
HMPS KPI tahun 2018. “kayanya sih dipertimbangkan IP nya juga.” Imbuh Paisal
menjelaskan mengenai tawaran yang datang kepadanya. Berpengalaman menduduki
jabatan ketua di organisasi Pondok Pesantren, Paisal kemudian mulai bertanya
pendapat teman-temannya mengenai jabatan yang ditawarkan padanya. Mendapat
dukungan, Paisal akhirnya mengiyakan jabatan tersebut, dikarenakan posisi
dirinya sedang berada di Jakarta akhirnya berkas-berkas untuk melamar disiapkan
oleh pihak organisasi (X). Dalam benak Paisal dia tidak menyangka hanya dirinya
yang maju ke kursi pemilihan. Tawaran jabatan Paisal sendiri sudah diterima
jauh-jauh hari sebelum deadline pengumpulan berkas dan pengurusan berkas
dilakukan dengan bantuan organisasi (X) sehingga tidak banyak yang Paisal tahu.
“Sebenernya kami dari organisasi extra (Y) ada yang
berminat untuk mencalonkan diri. Hanya pengumuman pendaftaran ketua HMPS KPI
datang di h-2 sebelum penutupan. Padahal ada beberapa berkas yang harus diurus
ke rektorat. Mengurus berkas ke rektorat kan butuh waktu yang tidak singkat.”
Gandul menerangkan mengenai pemilwa tahun 2018 dimana
banyak orang yang mengatakan sebagai ‘penunjukan bukan pemilihan’. Hal lain
yang dikatakan Gandul adalah sebuah kabar burung yang santer beredar dikalangan
anggota organisasi extra (X, Y ,Z). Tuturnya, kalau dulu rektor UIN Suka
berlatar belakang organisasi (Y) sehingga mungkin jajaran dekanat dan pejabat
birokrasi yang berpengaruh diisi oleh orang-orang dengan latar belakang
organisasi (Y). Maka, jika saat ini rektor UIN Suka berlatar belakang
organisasi (X), tidak mengherankan jika orang yang duduk di kursi penguasa
adalah orang dengan latar belakang organisasi (X). Termasuk dengan kursi HMPS
KPI, tidak menutup kemungkinan dikuasai oleh orang-orang dari organisasi (X). Bahkan,
kabar lain mengatakan organisasi (X) akan mendapatkan kursi kekuasaan selama
tidak melakukan demonstrasi ke pihak rektorat. Memang budaya atau entah pola
pikir masyarakat UIN Suka, kursi-kursi birokrasi memang selalu menjadi rebutan
para anggota organisasi extra, sementara masyarakat lainnya antara acuh tak
acuh. Begitulah pendapat Gandul mengenai kursi-kursi kekuasaan dan hubungannya
dengan organisasi extra di UIN Suka.
“Kenapa
Gandul tidak mencalonkan diri sebagai ketua HMPS KPI.”
“Meski saya mencalonkan diri, saya tidak akan menang.”
Jawaban Gandul cukup mengejutkan, menurut penuturan Gandul,
pencalonan ini tidak sekedar dengan mendaftar. Bahkan pada periode Pemilwa
sebelumnya, menurut pengamatan Gandul, ada perbedaan suara yang signifikan.
Suara yang diperoleh di dalam bilik suara dengan suara yang diumumkan memiliki
perbedaan yang signifikan. Kursi ketua HMPS KPI bukan lagi tentang pilihan
rakyat, melainkan kepada pilihan penguasa. Siapa yang berada di pihak siapa. Gandul
juga mengatakan, meski ia berhasil mendapatkan dukungan suara. Ia akan
mengalami tekanan batin sebab tidak mendapatkan dukungan dari pihak lainnya.
“Sema demanya dari organisasi (X) saya dari organisasi (Y).” Pemilihan tahun
2018 juga disayangkan karena hanya melibatkan satu calon saja. Kemudian
pengumuman hari pemilihan yang mendadak padahal kondisi hari tersebut tengah
turun hujan. Sosialisasi mengenai pemilihan online juga baru di broadcast sore hari. Beberapa keganjilan
dirasakan Gandul dalam setiap periode pemilihan wakil mahasiswa. HMPS KPI
adalah wadah bagi organisasi (X) untuk mendapatkan uang dari rektorat. Mereka
bebas melakukan kegiatan apapun, selama tidak mendemo rektorat. Organisasi (X)
mampu membeli sebuah gedung sebagai basecamp mereka, sebab uang mereka banyak,
meski Gandul kurang yakin darimana lembaran uang tersebut berasal. Setidaknya Gandul
mengetahui bahwa dana 30 juta rupiah digelontorkan oleh pihak kampus untuk
mendanai OPAK Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Jabatan-jabatan penting dalam
kepanitian di isi oleh orang-orang dari organisai (X). Karenanya, panitia dari
organisasi lain tidak tahu secara transparan perputaran uang 30 juta rupiah
yang diberikan oleh universitas.
Masih berlanjut kisah yang diutarakan Gandul, ia memulai
lembar cerita program kerja HMPS KPI tahun 2017. Dengan masa jabatan satu tahun
dan molor beberapa bulan hingga akhirnya pengurus baru dilantik. Ada beberapa
program kerja yang Gandul lihat terlaksana, seperti Seminar dan diskusi, lomba
debat, quisioner untuk dosen, bantuan pendidikan bidikmisi, dan pemanfaatan
akun Facebook HMPS KPI saat penerimaan mahasiswa baru sebagai sumber informasi
pelaksanaan kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK).
Meski begitu, Gandul mengatakan ada beberapa cita-cita besar yang ingin
dilaksanakan oleh pengurus HMPS KPI 2017. Yaitu mengadakan makrab jurusan KPI
angkata 2015, pagelaran Forum Komunikasi dan Penyiaran Islam Nasional
(Forkomnas), dan juga forum Fakultas Dakwah dan Komunikasi tingkat nasional.
Selanjutnya, Gandul memberikan pesan kepada pengurus HMPS
KPI tahun 2018 agar lebih testruktur, transparan dan lebih merangkul mahasiswa
KPI pada umumnya, tidak pilih kasih terhadap satu golongan, dan jangan terlalu
sering mengadakan rapat di malam hari. Menurut Gandul mengadakan rapat dimalam
hari menjadi tidak adil, karena ada beberapa anggota HMPS yang tidak terbiasa
keluar malam. Permasalahan ini terjadi pada masa kepengurusannya, karena tidak
dapat hadir pada rapat di malam hari baik Gandul maupun beberapak rekan HMPS
lainnya menjadi tidak mendapatkan informasi apapun. Sehingga tidak jarang
informasi-informasi penting hanya diketahui oleh pihak tertentu saja. Selain
kendala rapat dimalam hari, sepengalaman Gandul, HMPS KPI tahun 2017 hanya
berkumpul saat akan diadakannya acara saja,diluar itu jarang adanya rapat rutin
anggota HMPS KPI. Kemudian kesan yang hadir dalam diri seorang Gandul ketika
bergabung di HMPS KPI tergambarkan dalam dua kata, senang dan menyesal. Senang
karena mengetahui kondisi birokrasi di kampus tempatnya mencari ilmu. Menyesal
karena sebenarnya ia ingin memperbaiki segala hal yang dianggapnya kurang di
HMPS KPI. Sayang, entah waktu atau tangan penguasalah yang menghentikan cita-cita
perbaikannya.
Seolah memiliki benang merah dengan harapan Gandul agar
HMPS KPI tidak hanya dimiliki oleh satu golongan. Paisal mengatakan bahwa kini
ia merasakan pandangan orang lain terhadapnya berubah. Bahkan sangat
disayangkan bahwa persahabatan yang sudah dibangun lama, runtuh hanya karena
perbedaan organisasi. Mengaku sebagai anggota organisasi (X) yang tidak terlalu
aktif, Paisal tidak terlalu banyak tahu apa yang terjadi di balik layar sebuah
organisasi extra. Dia hanya berharap agar kehadirannya mampu memberikan
perubahan. Berulang kali dia mengatakan bahwa HMPS KPI baru mulai bangkit,
meskipun nyatanya lembaga pendidikan demokrasi ini sudah mulai beroperasi
kembali sejak tahun 2015. Mengacuhkan pandangan miring orang lain terhadap
dirinya, Paisal meyakini dirinya punya cara yang berbeda dengan orang lain
dalam menyelesaikan masalah.
Cita-cita besar Paisal untuk pengurus HMPS KPI tahun 2018
adalah membentuk rasa kekeluargaan pada mahasiswa KPI. Sebelumnya, Paisal
sempat menerima masukan mengenai keadaan mahasiswa KPI yang terbagi dalam dua
konsentrasi Jurnalistik dan Broadcasting. Rupanya tidak hanya perbedaan
organisasi, perbedaan konsentrasi mampu menimbulkan kesenjangan dalam hubungan
mahasiswa KPI. Seperti absennya mahasiswa KPI konsentrasi Broadcasting dalam
acara-acara yang diselenggarakan oleh mahasiswa KPI konsentrasi Jurnalistik.
Selama beberapa bulan menjabat sebagai ketua HMPS KPI, Paisal medapatkan kesan
‘kenapa harus saya?’. Meski terlihat tegar dibalik tatapan berbeda dari banyak
teman lamanya, Paisal mempertanyakan takdir dirinya yang terpilih sebagai ketua
HMPS KPI tahun 2018. Takdir yang dijalaninya kini entah ditulis kan Tuhan atau di
konstruksi tangan penguasa. Paisal sendiri mengaku mendapat pesan agar
berhati-hati sehingga dirinya tidak menjadi boneka penguasa. Terakhir, Paisal
berpesan kepada seluruh anggota HMPS KPI tahun 2018 agar bisa lebih memahami
orang lain. Mengalahlah, meskipun kita benar, terkadang kita hanya perlu
mendengarkan oranglain lebih sering. Dengan memahami orang lain kita bisa
meminimalisir konflik yang tercipta.
“Buat apa aku peduli, kalau mereka saja tidak peduli pada
saya.”
Lalang, seorang mahasiswa KPI tahun 2015 duduk di atas
bangku putih menopang lengannya di atas lutut. Dalam dirinya ada keinginan untuk
turut berperan serta dalam sepak terjang HMPS KPI. Sayangnya, apa yang ia
rasakan adalah ‘Demokrasi kalah dengan dominasi’. Katanya kampus ini menerapkan
asas demokrasi, mahasiswa berhak bersuara, berhak atas setiap jabatan dan
kesempatan. Namun, apa yang tersaji didepan matanya kini adalah kenyataan bahwa
kursi kursi penguasa, kursi-kursi wakil mahasiswa diduduki oleh salah satu
golongan saja. Kenyataan ini sangat disayangkan oleh Lalang, sebab menurutnya
ada banyak orang yang sebenarnya ingin peduli namun merasa kepeduliannya
hanyalah percuma.
Hidup adalah pilihan, takdir mana yang ingin kau jalani,
dan dalam setiap pilihan ada resiko yang harus dibayar. Pada jenjang SMP dan
SMA, kita belajar demokrasi dalam pemilihan ketua OSIS. Tidak ada latar
belakang organisasi, semua dipilih berdasarkan kredibilitas calon ketua OSIS.
Sayangnya semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, pendidikan demokrasi
yang sudah sejak kecil dibangun ternodai dengan keserakahan manusia. Keinginan
duduk di kursi penguasa tidak jarang menjadikan manusia menghalalkan segala
cara untuk mendapatkannya. Universitas sebagai sarang pendidikan idealis
ternyata justru menjadi tempat pencucian uang. Generasi muda yang seharusnya
berjuang memerdekakan bangsa dari segala macam penjajahan justru mulai menerima
sogokan-sogokan penyumpal kebenaran. Jika mahasiswa sebagai suara rakyat telah
dibungkam mulutnya dengan harta, lalu bagaimana nasib rakyat kecil di luar
sana?. Harus dengan apa mereka menyumpal mulut mereka? Ketika biaya hidup mulai
mencekik hingga ujung nafas.
Kepada mahasiswa yang telah silau matanya dengan harta,
ingatlah bahwa disekelilingmu ada tangan-tangan menengadah mengharap belas
kasih idelaisme mahasiswa. Gelar pendidikan mu itu tidak akan berguna kecuali
jika bisa untuk membeli sepotong roti untuk tetangga mu yang menahan renta,
untuk masyarakat desa mu yang tak mendapat terang cahaya.
Keadilan dan kepemimpinan itu harus di rawat dengan akal sehat, sayangnya saat ini sudah banyak akal yang tercemar, ternodai hanya karena nafsu kekuasaan. Teriak layaknya seorang yang paling pancasilais, tapi berkedok dan bernaung dalam mulia nya sebuah kekuasaan dan kepemimpinan, layaknya isis.
BalasHapusYang lebih menyedihkan adalah akal yang semacam itu bukan hanya di temukan dalam ruang pemerintahan, namun sudah menjalar kepada kepemimpinan sebuah organisasi yang lebih kecil.
Lalu kapan kah "satria piningit kecil" atau "imam mahdi kecil" untuk membuat "organisasi kecil" itu lebih baik, hadir?
Saya mendoakan semoga akal kita semua sehat dan yang sudah tercemar, dapat kembali sehat di mulai saat ini sampai tahun tahun yang akan datang. Aammiinn..
kejahatan, ketidak adilan akan terjadi jika orang yang benar hanya diam tidak peduli.
Hapus