Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

Berenang bersama warga Jogjakarta asli di kolam renang Umbang Tirta



pixabay.com
Berenang adalah salah satu kegiatan favorit saya sejak kecil, sayangnya saya tidak banyak menghabiskan waktu di kolam renang. Tinggal di pedesaan membuat jarak antara rumah saya dan kolam renang umum cukup jauh, sehingga saya tidak bisa sering-sering melaksanakan hobi terpendam saya ini. Masuk ke dunia perkuliahan, saya diterima di salah satu universitas negeri di Jogjakarta. Akhirnya saya berdomisili di daerah perkotaan. Meskipun sdah tinggal di area perkotaan, nyatanya saya tetap kesulitan melaksanakan hobi terpendam saya. Miskinnya informasi mengenai kolam renang di Jogjakarta menjadi salah satu hambatan saya. Pernah sekali saya renang di sebuah kolam renang indoor khusus wanita. Awalnya saya sangat senang karena baru pertama kalinya berenang di area indoor dan khusus wanita pula. Namun, sekembalinya dari sana teman saya mengalami gatal-gatal di beberapa bagian. Sebagai kolam renang indoor yang dimiliki oleh yayasan sebuah sekolah, kolam renang ini memiliki bau kaporit yang sangat menyengat.
Sedikit kecewa, saya akhirnya beralih berenang ke wilayah Klate yang memiliki sumber mata air yang jernih dan menyegarkan. Meskipun dingin namun sangat segar di tubuh, di tambah lagi kita bisa merasakan sensasi berenang bersama ikan-ikan. Kendala berenang di sumber mata air adalah arus yang cukup kencang sehingga lebih sering bermain air daripada berenang. Pernah sekali juga saya berenang di kolam renang alami di Jogjakarta bagian utara. Meski berasal dari mata air pegunungan, namun sensai kesegaran airnya berbeda dengan yang saya dapatkan di Klaten. Bahkan, di kolam renang alami yang dikenal dengan keindahan airnya yang berwarna biru, saya merasa kurang nyaman dengan banyaknya pasir yang menempel di tubuh. MCK yang disediakan juga kurang memadahi.
Suatu hari saya menemukan segerombolan teman saya yang akan pergi berenang. Mereka mengatakan akan berenang di daerah Kota Baru. Rasa penasaran dan excited, saya akhirnya bergabung dengan mereka. Inilah akhirnya saya bertemu dengan kolam renang Umbang Tirta. Sempat saya membaca review di internet sebelumnya, sebenarnya kolam renang ini adalah kolam renang umum, hanya setiap hari Jumat pagi dikhususkan untuk wanita. Kesan pertama saya berenang di kolam renang Umbang Tirta adalah, sebuah kolam renang yang nampak sudah berdiri lama. Dipenuhi dengan wanita lanjut usia dengan pakaian renang lengkap dan kacamata renang berbagai macam model, juga botol minum merk Tupper**are yang bergeletakan di sisi kolam. Seolah siap melayani pemiliknya kapanpun mereka haus. Setelah berganti pakaian renang saya dan teman-teman lantas menyerbu kolam dengan kedalaman 0,5 m. Sebagai seseorang yang memiliki tinggi badan tidak lebih dari 150 cm, saya memulai penyelaman di kolam sedalam 150cm. Berhubung teman- teman yang datang bersama saya belum bisa berenang, mereka bermain air dan berlatih (sedikit) gerakan renang. Sementara sya amulai asik wira-wiri di tengah kolam.
Hal menyenangkan terjadi ketika saya beristirahat di tepi kolam, sambil bersandar di tepi kolam, saya melihat beberapa ibu-ibu yang mengambil jarak renang leboh jauh dari saya. KEREN. Tidak lama, ada juga ibu-ibu yang beristirahat di sebelah saya. Sekilas kami saling tatap lalu tersenyum satu sama lain. Beberapa detik kemudian ibu tersebut bercerita mengenai usahanya melatih syaraf-syaraf di tubuhnya. Rupanya ibu ini baru saja operasi, sehingga badannya sedikit kaku. Awalnya saya berpikir bahwa, kejadian yang saya alami murni karena si ibu tadi orangny ramah. Ternyata ketika saya bertemu dengan ibu-ibu lainnya, mereka tidak kalah ramah. Berawal dari tatapan menjelma menjadi senyuman kemudian berlangsung bersama obrolan. Ada juga ibu-ibu yang bercerita tentang kepalanya yang baru saja mengalami kecelakaan. Mungkin beberapa ibu-ibu dan nenek yang pagi-pagi sudah beraktifitas di kolam renang Umbang Tirta ini adalah survivor yang sedang melatih syaraf atau melakukan pemulihan pasca operasi atau kecelakaan.
Pulang dari penyelaman pertama sya amenjadi sangat bahagia dan badan terasa fresh. Selanjutnya saya mulai sedikit rajin pergi berenang. Pertemuan berikutnya saya datang lebih awal, kira-kira pukul 6:30 WIB. Saya kira kolam renang masih sepi, ternyata sudah ramai juga ibu-ibu yang datang. Kembali pada sesi bincang-bincang di tepi kolam, ternyata para ibu-ibu dan nenek-nenek ini sudah datang dari jam 05:00 pagi. Wahhh makin kagum saya jadinya, ternyata semakin tua semakin semangat. Bahkan mampu berenang lebih jauh dan lebih lama dari saya. Melihat semangat ibu-ibu ini saya juga ikut termotivasi, hingga akhirnya berani berenang di kolam sedalam 3 meter. Uhhh baru sekali selam rasanya luar biasa, mampu berenang di kolam dengan kedalaman dua kali lipat dari tubuh saya. Bagi saya itu sebuah prestasi kecil yang patut di apresiasi. Meskipun menderita anxiety social, kini saya tidak takut lagi pergi berenang ke kolam Umbang Tirta. Bagaimana ya, sudah nyaman sih di tambah bertemu dengan banyak sekali ibu-ibu yang ramah. Jika banyak orang bilang penduduk Jogja itu ramah-ramah. Maka berenang di kolam Umbang Tirta membuat saya seolah berenang bersama warga Jogja asli.
Oiya, untuk teman-teman yang ingin belajar renang, di kolam Umbang Tirta ini juga  ada pelatihan renang gratis. Pelatihnya profesional, meskipun ya sudah tidak dalam usia muda lagi. Beliau berkata sudah 60 tahun terjun di dunia renang, termasuk menjadi pelatih renang. Nah, profesional banget berarti kan. Biasanya pelatih renang berada di kolam 100 cm dengan pakaian renang lengkap dan kecamata renang. Ibunya gak galak kok, ngajarinnya juga sabar meski gratisan. Progress berenang kita juga di pantau setiap minggunya. Buat anda-anda yang mahasiswa biasanya doyan banget nih sama gratisan. Jadi kaya endorse nih padahal ceritanya mau review. So, see you di kolam renang Umbang Tirta guys,,,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian