Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

Tiada Nama mu dalam Sajak ku

Kepada Tuan
Sungguh hati ini terasa bimbang
Badai perasaan tak kunjung padam
Harapku tak kesampaian
Ingin ku memuja mu bak purnama
Menyanjung bagai berlian
Menjunjung tinggi derajatmu dalam singgasana hatiku
Namun apalah dayaku Tuan
Aku boleh tak goyah bagai ombak menerpa karang
Tapi atas perasaan ku padamu Tuan
Sungguh tiada kuasa aku mampu menghadapinya
Saat ku letakkan perasaan ini dalam dalam
Ia justru kadang merenggut jantungku
Memutar otakku
Maafkan aku Tuan
Ingin ku mencintai mu bagai malam kepada siang
Namun aku tak seindah langit
Hanya rasaku padamu yang mengangkasa
Tapi kebodohan diriku tak bisa dinyana
Harapku dapat menghamba pada cinta tanpa mengharap akan singgasana
Namun sekali lagi bodohku tak dapat dinyana
Maka aku putuskan
Untuk melepasmu pada bait bait doaku
Membiarkanmu mengangkasa bersama angin malam
Membumi seperti sinar matahari
Menyergap pori poriku dengan kehangatan tanpan harapan dapat menggenggam
Agar rasaku tak jadi beban untukmu Tuan
Aku siap menghilang
Tak kan kau temukan aku dalam terangnya malam dan gelapnya siang
Hanya saja Tuan
Izinkan aku melihat sayapmu dari kejauhan
Sebab rasa ini tak ingin kusampaikan apalagi ku matikan
Ingin ku nikmati sendiri
Setiap desirnya, detaknya, pedihnya
Terakhir Tuan
Terimakasih sudah menjadi oase kehidupanku
Saat hasrat cinta ingin ku buang jauh jauh
Biar aku tak ingin memilikimu
Namun cinta ini milikmu, selalu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian