Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

Sajak untuk Babah

Sepasang


Ada sepasang sepatu
Berjalan seiringan
Sejalan
Tapi tak bisa bersentuhan
Ada sepasang telinga
Mendengar setiap suara yang sama
Tapi tak mendengar satu sama lain berbicara
Ada sepasang mata yang berdampingan
Satu pandangan
Tapi tak pernah saling memandang
Ada sepasang raga berjauh jauhan
Namun hatinya bertautan
Ada dua rasa yang bergetar pada dentum yang sama
Adalah saat dua kulit bergesekan
Saling remas
Saling sentuh
Saling jaga
Saling rasa
Ada sepasang kekasih
Yang saling cinta
Tapi tak bersama
Jadi saling rindu
Karena lama tak bertamu

Komentar

  1. Ada sepasang buku
    Yang selalu bersatu
    Di dalam tas setiap mahasiswa
    Namun tak pernah saling baca. Wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan masalah jika tak saling baca
      Yang masalah jika hanya jadi pemberat tas saja

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian