Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

masa lalu

ingin aku terus berlalu
meninggalkan langkah getir di masa lalu
mencoba menghapus
sebaris sesak dalam ingatan
mencoba lupakan
sebongkah luka dalam sayatan
kadang ingin aku lantas berlari
tapi kaki terjebak dalam henti
kadang semburat luka coba sadarkan
bagaimana perihnya sebuah kebersamaan
kadang perih juga ingatkan
bahwa bersama tak lantas bahagia
tapi apa mau dikata
kala hati terjebak pada nostalgia
kala cinta hanya terpaku pada sosoknya
lelah aku menangis dalam malam-malam hampa
kesal aku berteriak pada langit ksong tak bertuan
menyerah aku akan hamparan tanah tak berbentuk
lepas... dan lepaskan...
hempas dan tinggalkan
akhirnya akupasrah pada kaki yang melangkah
TERJUN DALAM PALUNG PENYESLAN TERDALAM
dan menghilang dalam penjara kenistaan

-chika_chilato-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian