Hitam dan Tercemar

  ' Like living in the dream.' Kabut menyelimuti langit pukul 05.30 pagi. Benda tak padat, yang tak bisa digenggam itu menelisik anggun di antara pepohonan, membuat beberapa dahan ketutupan. Seperti di dalam lukisan, kabut itu turun dari langit, ke sela sela pohon, hingga berbaur dengan orang-orang di atas tanah. Kabut datang bersama hawa dingin yang mengungkung sekujur tubuh. Seolah es yang membekukan kulit bagian luar, mendekap kuat tapi tak menghangatkan. Meski dingin menerjang, udara pagi di pegunungan tetap menawan paru paru yang penuh kepulan asap kendaraan dan tembakau bakar. Katlya duduk di pembatas jalan, merapatkan jaket yang dikenakan. Hidungnya memerah dan berlendir, pipinya dingin tapi kenyal seperti kue mochi di dalam freezer. Ia menggosokkan telapak tangannya mencari kehangatan. Seperti naga kehilangan daya, nafasnya menyemburkan asap tanpa api. "Kenapa mbak motornya? Mogok?," seorang pria paruh baya dengan celana pendek dan celurit menghampiri Katlya.

Aku Bukan Chairil Anwar

Aku ingin lari, jauh, jauh sekali. Kadang aku ingin tenggelam dalam lautan, lalu menghilang di pegunungan. Aku ingin menjauh dari diriku sendiri, ingin lepas jadi diri sendiri, ingin jadi sesuatu yang baru. Aku kehilangan arahku, kehilangan akalku, kehilangan diriku. Aku, tidak tahu siapa aku. 

It's hurt. Ini terasa sakit disini. Ini terasa sakit saat aku menepuk dadaku. Ada luka yang tak kasat mata. Luka yang seperti tusukan pisau sangat dalam. Seolah rongga hatimu dikorek dengan benda tajam. Bertahun-tahun, bertahun-tahun sudah luka itu hidup, semakin lebar dan menyebar. Tapi setiap tahun juga kau belajar untuk mengacuhkannya. 

Katanya harus sudah lebih dewasa. 

Luka itu memudar, oleh perasaan sudah harus lebih dewasa. Tertutupi oleh wajah-wajah palsu yang terus berganti setiap hari. Lama-lama aku lupa aku siapa. Lama-lama aku tidak tahu aku yang mana. Kadang aku terdiam menatap ke dalam cermin, lalu bingung yang di dalamnya itu wajah siapa. 

Semakin hari, aku jadi pandai bersandiwara. 

Ternyata yang aku ganti tak cuma baju saja tapi juga muka. Bagaimana ekspresi ini bisa terbalik dengan suasana hati. Rasanya, sudah sia-sia untuk mengaku tentang apa yang dirasa. Rasanya, sudah ingin gila jika perasaan dibiarkan keluar dari kandangnya. Orang-orang terus datang dan pergi sebelum mereka benar-benar memahami apa yang diri ini alami. 

Ingin gila saja rasanya. 

Begitu riuh isi kepala, ingin keluar, ingin diungkapakn tapi tak punya kawan. Hidup hanya pelarian, mati adalah tujuan. Jika dan jika saja aku tak sayang diri sendiri, sudah sejak tadi aku gores nadi ini dengan belati. 

Setiap rasa itu muncul, rasanya ingin mati saja. Ingin aku alihkan rasa sakit di hati jadi sakit di badan. Mainan pisau misalnya, atau terjun dari tebing mungkin juga tenggelam di bebatuan karang. Tapi, lagi-lagi aku sudah berhutang banyak pada tubuh ini. Bagaimanapun juga, sampai akhir nanti aku hanya punya diri sendiri. 

Ssstt

Aku ingin diam dan tenang tapi aku takut sendiri dan kesepian. Aku meronta pada longlongan malam, berharap hujan deras turun mengubur tangisku dalam-dalam. Riuh, kepala ku terlalu bising hingga aku  ingin mengalihkannya dalam keramaian. Lelah, pikirku lelah terus berjalan, jadi aku menyepi untuk mengistirahatkannya. 

Topeng ini, aku lelah memakainya. 

Sehari saja, aku tidak ingin jadi siapa-siapa. Aku mau duduk dilereng bukit, memandang langit yang penuh bintang tanpa harus jadi siapa-siapa. Aku hanyalah aku, tanpa nama, asal-usul dan tak harus merasa apa-apa. 

Chika lelah jadi chika, lalu mau jadi apa? binatang jalang saja kata Chairil tapi tidak bisa. 

Mereka mencakar-cakar hatiku, mencabik-cabik harga diriku. Lalu bertingkah seolah tak terjadi apa-apa. Jadi aku harus bagaimana? aku ini orang atau boneka yang bisa digerakkan sekenanya. Jadi aku ini siapa? bagaimana perasaan ini harus ku pelihara. 

Semalam saja aku ingin membunuh diriku sendiri, memotong nadinya, memenggal kepalanya dan membakar tubuhnya. Sudah tidak ada lagi rasanya. 

Aku lelah harus merasa baik-baik saja. 

Chika yang banyak tertawa, melucu dimana-mana marah karena hal yang biasa. Aku lelah jadi Chika. Sekali saja, aku ingin ada yang bisa mendengar apa yang aku rasa. Tidak, bukan sekali tapi berkali-kali. 

Seperti kisah dongeng dalam dunia putri-putri aku ingin ada pangeran yang datang untuk menyelamatkan ku dari diri sendiri. Saat tertawa dalam keramaian, aku ingin ada yang menyadari itu kebohongan. Saat tersenyum dalam gerombolan aku ingin dipeluk karena kelelahan. 

Aku suka malam, saat aku bisa tidur panjang tanpa ketakutan. Setidaknya selama delapan jam saja, aku berhenti jadi Chika. Tapi malam jadi ancaman saat aku tidak bisa terpejam dan malah jadi kepikiran. Sebab aku akan berteriak minta tolong tanpa siapapun bisa dengar.

Sering aku membayangkan, jika saja tangan ini ada yang menggenggam pasti hangat rasanya. Seandainya aku bisa selalu dapat pelukan setiap kali aku pikir aku menginginkannya. Bukan pada hari-hari biasa, tapi saat aku lelah jadi Chika. 

Kenapa kita harus baik-baik saja, kenapa kita harus tertawa. 

Saat kita bahagia dan tertawa, mudah sekali orang-orang memberi tanggapannya. Tapi saat susah dan kesedihan datang, biasanya mereka hanya diam. Udah diemin aja, nanti juga tenang sendiri. Kenapa kita dilepas untuk merasakan kesedihan kita sendiri tapi diminta berbagi saat kebahagiaan datang menghampiri. 

Apa yang salah jika aku tidak baik-baik saja, tidak bisakah kita berteman. 

Aku ingin menangis, lalu dimana salahnya. Kenapa kalian menjauh saat air mata muncul, lalu mendekat ikut tertawa saat bahagia menyapa. Aku lelah terlihat baik-baik saja. Tidak bisakah kita tetap bersama meski aku mengis dan terluka. 

Kenapa aku tidak bisa menangis dan marah sesukanya, sementara bahagiaku kalian terima sedemikiannya. Apa yang salah dengan luka, jika setiap kita punya kenapa harus menyembunyikannya. 

Bisakah kalian mendengar ku saat aku berkata tolong aku. Kencang sekali aku mengatakannya dalam tatapanku. Tapi jika kau tak memandangnya dengan lekat, mana bisa mata mu mendengar apa yang telinga coba dapatkan. 

Help me to find my self.

Tell me what should i do with my life. 

I am lost and i am tired pretend to be okay.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGEN DISAYANG TAPI OGAH PACARAN

Corona dan Manusia

Sebuah Skenario Kematian